Search This Blog

Saturday 10 February 2024

JHON KAYAME, Putra Asli Papua Ini Tidak Malu Jadi Barista di Merauke

 Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Yulianus Bwariat

Jhon Kayame, putra asli Papua yang kini menjadi Barista di Cafe Rumah Kopi D'warong di Kota Merauke, Papua Selatan. 

TRIBUN-PAPUA.COM, MERAUKE - Jumat 2 Februari 2024, pagi sekira pukul 10:00 WIT, sebelum mengawali aktivitas, saya singgah sebentar ke Cafe Rumah Kopi D'warong untuk menikmati secangkir kopi.

Meja nomor 10, tempat biasa saya duduk, saya pun langsung memesan kopi.

Baca juga: TERNYATA INI Waktu Terbaik Minum Kopi, Bukan Saat Bangun Tidur

Di sana, saya dilayani seorang barista (peracik kopi) dengan postur badan tidak terlalu besar, berkulit gelap dan memakai topi.

Setelah menunggu beberapa menit, pesanan kopi diantar oleh barista tersebut.

Sejak tahun 2022 hingga kini, saya baru pertama kali melihat seorang barista yang menurut saya jarang sekali ditemukan.

Untuk menjawab penasaran tersebut, barista itu saya panggil dan kami pun ngobrol.

Barista itu bernama Jhon Kayame, lahir di Jayapura pada 19 November 2005.

Putra berdarah Papua ini senang mengikuti bimbingan berwirausaha yang digagas oleh Jasman Tristianto, Owner cafe Rumah Kopi D'warong (RKD) Merauke, Papua Selatan.

“Saya biasa disapa Jhon,” kata sang barista tersebut kepada Tribun-Papua.com.

Putra dari pasangan Stevanus Kayame dan Susana Gobay itu berasal dari keluarga sederhana.

Usai menggenyam pendidikan akhir di SMA N 1 Kabupaten Asmat pada 2023, Jhon mampu menyingkirkan rasa malunya untuk melatih diri sebagai barista di tengah elitnya Kota Merauke.

"Hari pertama saya ikut bimbingan, saya rasa malu, namun saya berpikir, kenapa harus malu, saya tidak mencuri,” ujarnya.

“Saya hanya belajar dan ilmu yang saya dapat bakal menjadi pondasi besar buat saya ketika sudah berkeluarga nantinya," sambungnya.

Pria pecinta musik genre Reagge itu mengakui, menjadi Barista asal Papua, ada rasa kebanggaan tersendiri.

Bersaing melawan rasa malu dan bertahan di tengah godaan kenakalan remaja saat ini, sangatlah sulit baginya.

Baca juga: Kopi Khas Merauke Papua Selatan Mendunia, Kini Hadir di Turki

Namun dengan tekad kuat dan ingin menjadi pribadi bermanfaat bagi keluarga dan masa depannya, Jhon Kayame terus mengasah kemampuannya meracik kopi Muting, kopi khas Kabupaten Merauke yang telah terkenal hingga ke negara Turki.

"Saya dapat informasi dari bapak di rumah kalau ada pelatihan menjadi Barista, kebetulan juga pemilik Cafe itu adalah seorang Polisi, sehingga tidak ragu untuk mencari ilmu demi masa depan saya," ungkap Jhon sambil tersenyum kecil.

Sebatang rokok dihisapnya dan melanjutkan perbincangan yang semakin menarik perhatian saya untuk menanyakan lebih dalam lagi.

"Awal pelatihan kami ada 5 orang, semuanya anak-anak Papua, seiring berjalannya waktu satu per satu mulai meninggalkan pelatihan dengan berbagai alasan."

"Saya berpikir saat ini bahwa, cita-cita saya sebagai ASN dan ketika cita-cita saya itu tercapai saya akan membuka usaha kedai kopi.”

“Untuk itu, saya harus berlatih, membiasakan diri saya dalam melayani pelanggan, saya tidak malu, saya tidak mencuri, dan ilmu ini adalah modal bagi saya di masa depan," tuturnya.

Sebelum mengakhiri cerita, Jhon Kayame berpesan, semua manusia sama di mata Tuhan, jangan minder ataupun berkecil hati.

Ilmu pengetahuan, kata Jhon bisa didapatkan dimana saja, namun kunci utama adalah kemauan untuk melangkah maju demi masa depan.

"Saya ingat sekali pesan abang Jasman Tristianto, dia pernah berpesan kepada saya pada awal ikut pelatihan, yakni harus tetap semangat, percaya diri yang utama, jangan takut bersaing dengan saudara nusantara."

"Untuk teman dan saudara-saudara khususnya di Papua, mari kita berlatih, jangan malu untuk mendapatkan ilmu, ayo kita belajar, tanpa belajar kita akan tertinggal dari perkembangan zaman," pungkasnya. (*)


Artikel ini telah tayang di Tribun-Papua.com dengan judul JHON KAYAME, Putra Asli Papua Ini Tidak Malu Jadi Barista di Merauke, https://papua.tribunnews.com/2024/02/03/jhon-kayame-putra-asli-papua-ini-tidak-malu-jadi-barista-di-merauke?page=all.

Penulis: Yulianus Bwariat | Editor: Roy Ratumakin

Mengenal Ritual Adat Mehak dari Suku Mbaham Matta Fakfak, Memiliki Tiga Nilai

MEHAK - Potret prosesi adat Mehak atau Minum Kopi Bersama yang telah dilakukan turun temurun dari Suku Mbaham Matta di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat, Jumat (2/2/2024). 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, FAKFAK - Suku Mbaham Matta yang mendiami Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat, punya ritual adat bernama Mehak atau minum kopi bersama.

Tradisi Mehak atau minum kopi telah ada sejak leluhur Suku Mbaham Matta dan mempunyai makna mendalam. 

“Minum kopi atau Mehak ini ada waktunya dan diibaratkan seperti seorang mama yang makan Pinang, biasanya ketika bangun pagi dan sarapan maka di situlah harus minum kopi,” ujar tokoh adat Fakfak Donatus Nimbitkendik kepada TribunPapuaBarat.com di Fakfak, Jumat (2/2/2024). 

Donatus mengatakan, ketika minum kopi ada proses yang terjadi di mana sang mama sedang menghayal dan meminta sesuatu 

“Misalnya setelah minum kopi ini, ada mau memulai pekerjaan apa lagi di hari ini, jadi semacam ada petunjuk yang diminta kepada para leluhur yang telah pergi agar membantu memberikan pencerahan kepada kita yang masih ada,” tandasnya. 

Ia menyebutkan, kopi dalam sudut pandang adat Suku Mbaham Matta di Kabupaten Fakfak, Papua Barat sebagai media atau perantara dalam hubungan manusia dengan faktor ekstraterial di alam semesta yang tak terjangkau dengan nalar pikiran manusia. 

“Minum kopi ini juga merupakan bentuk usaha orang per orang. Di mana sesuai permohonan masing-masing. Sebab ada juga yang minum kopi langsung ditutup gelasnya dan tidak lagi meminumnya,” kata Donatus. 

Seseorang dikatakannya bisa mendapatkan petunjuk dari minum kopi atau Mehak tersebut. 

“Saya berikan contoh, misalnya bapak dan ibu di kampung ada yang mau buat kebun baru, maka mereka diharuskan minum kopi dan minta petunjuk kepada alam bebas untuk kebun mereka,” tandasnya. 

Kasus lainnya misal, dalam membangun rumah baru, biasanya masyarakat adat berkumpul bersama keluarga duduk bersama dan minum kopi atau Mehak lalu membicarakan berbagai hal. 

Tak hanya sampai di situ, dalam praktik sederhananya, dahulu masyarakat adat di Fakfak ketika ingin melepas anaknya merantau atau menempuh pendidikan ke luar daerah maka prosesi adat minum kopi atau Mehak ini dilakukan.

Ini sebagai bagian dari meminta petunjuk untuk kelancaran sang anak di daerah yang baru dan keinginannya bisa terlaksana dengan baik.

“Itu makna dan praktik sederhana dari prosesi adat minum kopi atau Mehak bagi masyarakat Mbaham Matta di Kabupaten Fakfak,” tandasnya. 

Prosesi adat Mehak atau minum kopi juga ada hal yang berkaitan dengan persoalan gaib, sebagai bentuk komunikasi manusia. 

“Dulu itu masyarakat belum mengenal kitab suci, tetapi melalui prosesi minum kopi sudah ada bentuk komunikasi sederhana dengan Tuhan,” tuturnya. 

Pada prinsipnya, tradisi Mehak tersebut ialah meminta dan memohon agar alam raya merestui segala pergumulan dan niat baik.

Sebab dikatakan Donatus, masyarakat adat meyakini manusia diciptakan paling terakhir setelah dunia dan seisinya.

Mehak dengan 3 Nilai Utama 

Donatus Nimbitkendik mengutarakan sejatinya ada 3 nilai utama yang terkandung dalam ritual adat minum kopi bersama atau Mehak bagi masyarakat adat Mbaham Matta Fakfak.

Hubungan manusia dengan manusia 

Nilai pertama yang ada dalam ritual minum kopi ialah sebagai sarana komunikasi antara manusia yang satu dengan lainnya. 

Melalui Mehak atau minum kopi bisa memperlancar, serta mempererat silaturahmi satu sama lain. 

Sehingga Donatus mengatakan, segala sesuatu dalam berbagai hal untuk didiskusikan dan menemukan solusi serta kesepakatan bersama.

Hubungan manusia dengan Alam Raya

Selain mempunyai makna atau nilai menghubungkan manusia dengan manusia lainnya. 

Masyarakat Suku Mbaham Matta juga menjadikan ritual minum kopi atau Mehak sebagai bentuk hubungannya dengan alam raya. 

Segala sesuatu yang terjadi di tanah, hutan, laut tentu merupakan bagian dari alam raya yang perlu untuk dijalin hubungannya erat bersama manusia. 

Sehingga segala urusan manusia tentu harus mendapat restu dari alam raya, agar apa yang direncanakan maupun diupayakan dapat berjalan lancar dan damai sejahtera yang diistilahkan dalam bahasa orang Fakfak Maninina, Idu-idu, Jojor. 

Hubungan manusia dengan Sang Pencipta 

Sebelum mengenal Tuhan melalui kitab suci, leluhur Suku Mbaham Matta Fakfak telah mempunyai kedekatan erat dengan Sang Pencipta. 

Melalui tradisi Mehak atau minum kopi, juga dimaknai sebagai penghubung antara manusia dengan penciptanya. 

Leluhur percaya bahwasanya kopi sebagai sarana atau media komunikasi dengan Tuhan, agar diberikan kelancaran atau kemudahan dan diberkati segala urusan di dunia. 

Ia menyimpulkan, melalui kopi dapat mempermudah hubungan antara sesama manusia, manusia dengan alam raya, dan manusia dengan Tuhan.

Adopsi Tradisi Mehak ke Pemerintahan

Seiring perkembangan jaman, tradisi Mehak atau minum kopi bersama ini telah diadopsi dalam berbagai agenda pemerintahan di Kabupaten Fakfak Papua Barat.

Biasanya Bupati, Wakil Bupati, dan jajarannya dalam merumuskan sesuatu hal besar yang meminta masukkan dari masyarakat, maka tradisi Mehak atau minum kopi ini akan digelar dengan duduk di atas tikar adat dan berdiskusi serta menemukan solusi bersama.

Tradisi Mehak tetap dikoordinir oleh dewan adat setempat, agar prosesinya tetap berjalan sesuai koridor dan tak terlepas dari makna sakral yang ada. 

Donatus Nimbitkendik meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Fakfak dalam menghelat prosesi adat Mehak agar tetap berkoordinasi dengan Dewan Adat Mbaham Matta supaya tak melenceng dari maknanya. 

Pesan untuk Generasi Muda

Donatus Nimbitkendik berpesan kepada kawula muda di Kabupaten Fakfak Papua Barat, agar tetap melestarikan tradisi Mehak atau minum kopi.

Dikatakannya, tradisi ini tak boleh tergerus oleh perkembangan jaman dan harus menjadi suatu kebanggaan serta kekayaan adat istiadat masyarakat Fakfak.(*) 


Artikel ini telah tayang di Tribunpapuabarat.com dengan judul Mengenal Ritual Adat Mehak dari Suku Mbaham Matta Fakfak, Memiliki Tiga Nilai , https://papuabarat.tribunnews.com/2024/02/03/mengenal-ritual-adat-mehak-dari-suku-mbaham-matta-fakfak-memiliki-tiga-nilai?page=all.

Penulis: Aldi Bimantara | Editor: Libertus Manik Allo

Friday 22 November 2019

Mendongkrak Perekonomian Daerah Melalui Kopi Papua

JAYAPURA, KOMPAS.com - Aroma kopi tercium di setiap penjuru Halaman Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Papua yang menjadi lokasi penyelenggaraan Festival Kopi Papua 2019 21-23 November.

Total ada 40 stan yang hadir menawarkan produk kopi yang berasal dari berbagai kabupaten di Papua.

Selama satu tahun terakhir, kopi menjadi sebuah komoditi yang bisa mendongkrak perekonomian, baik dari sisi hulu hingga hilirnya.

Kepala KPw BI Papua, Naek Tigor Sinaga menyebut kini sudah banyak bermunculan warung hingga gerai kopi sejak Festival Kopi Papua pertama digelar pada 2018.

Kepala KPw BI Papua, Naek Tigor Sinaga menyebut kini sudah banyak bermunculan warung hingga gerai kopi sejak Festival Kopi Papua pertama digelar pada 2018. 

Meski sebagian besar masih berada di Kota dan Kabupaten Jayapura. "Sejak dimulai pada 2018, lonjakan coffee shop mencapai 100 persen, bahkan sudah ada yang mobile," ujarnya di Jayapura, Kamis (21/11/2019). 

Di bagian hulu, BI yang juga mendorong perbankan, terus melakukan pembinaan terhadap petani kopi agar produksi mereka bisa ditingkatkan.

Saat ini jumlah produksi kopi Papua baru memenuhi 0,3 persen dari jumlah nasional. 

"Kami mencoba membina di bagian hulu melalui perbankan, dan di hilirnya kami membuat pameran seperti ini," kata Tigor.

Kualitas kopi papua 

Walikota Jayapura, Benhur Tommy Mano, menilai kopi kini sudah menjadi salah satu komoditas utama di tengah masyarakat.

Kopi Papua ia anggap memiliki kualitas yang tidak kalah dengan kopi-kopi dari daerah lain di seluruh Indonesia

Karenanya ia menantang para petani dan juga barista adal Papua bisa berkompetisi di skala nasional. 
"Kopi Papua punya kualitas yang sama dengan kopi dari daerah lain di Indonesia. Jadi jangan kita jago kandang, ikuti kompetisi kopi di daerah lain," tutur Mano.

Kopi Papua Jadi Souvenir PON

Nilai ekonomis Kopi Papua juga didorong dengan menjadikannya sebagai oleh-oleh khas saat pelaksanaan PON XX 2020 di Papua. 

Karenanya Mano mengimbau para pedagang kopi bisa membuat inovasi guna menghadapi event tersebut.

"Maka itu kita minta daerah-daerah bisa mengemasnya lebih baik lagi untuk bisa kita jual sebagai produk yang membanggakan bagi masyarakat Papua," kata dia. 

Dengan akan datangnya belasan ribu tamu ke Papua pada pelaksanaan PON 2020, Mano melihat Kopi Papua bisa memiliki peminat tersendiri. 

Ia bahkan meminta pemasaran Kopi Papua juga bisa dilakukan di beberapa bandara besar di Indonesia, seperti di Soekarno-Hatta, Bali, dan lainnya. 

Sementara Kepala KPw BI Papua, Naek Tigor Sinaga memandang keberadaan Kopi Papua bisa dikombinasikan dengan objek-objek wisata yang ada di Jayapura. 

Hal tersebut ia pandamg dapat menambah nilai ekonomis kopi Papua. 

"Ini bisa menjadi penunjang sektor pariwisata dengan mengkombinasikannya dengan objek wisata," kata Tigor.

Kopi Papua Membuka Lapangan Kerja


Kopi Papua Membuka Lapangan Kerja Tidak hanya dari sisi ekonomi, Kopi Papua kini juga telah berdampak pada sisi sosial. 

Setidaknya hal tersebut yang dilihat oleh Piter Tan, Pemilik Pits Corner yang merupakan salah satu pelopor gerai kopi di Jayapura. 

Piter yang juga memiliki sekolah barista, menyebut selama setahun terakhir banyak bermunculan warung hingga gerai kopi. 

"Tahun lalu masih belasan gerai, sekarang ini sudah sekitar 40 warung/gerai kopi, ini pasti berdampak pada sisi sosial karena mampu membuka lapangan pekerjaan," tutur Piter. 

Selain itu, ia mengungkapkan bila kini sudah banyak generasi muda Papua yang ingin menjadi peracik kopi (barista). 

Dengan semakin banyaknya gerai/warung kopi dan hotel di Papua, keberadaan Barista diyakini akan sangat dibutuhkan sehingga akan semakin banyak generasi muda yang terhindar dari hal-hal negatif.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mendongkrak Perekonomian Daerah Melalui Kopi Papua", https://regional.kompas.com/read/2019/11/22/12233781/mendongkrak-perekonomian-daerah-melalui-kopi-papua?page=all.
Penulis : Kontributor Jayapura, Dhias Suwandi
Editor : Aprillia Ika

Friday 19 October 2018

Learning from Achievements of Papua Coffee in Papua New Guinea

I did not have any clue at all about Papua New Guinea in general and PNG Coffee in particular until I visited PNG two times so far.

What I learned so far is a reality that tje coffee business on the eastern side of thr Isle of New Guinea has gone very far, if I am avoidingwto say too far,  from the reality and progress of coffee business in West Papua.

First of all,  coffee business in West Papua just started with the funding assistance of USAID AMARTA since 2007, while on the othet side of the Island started the coffee business since 1980s,  more than 20 years ahead.

Firstly really I felt discouraged to think and do anything about coffee from West Papua but I told myself to be optimistic and step forward. The reason is simple,  coffee business in this islandwis already on top of world business activities thus what I shoukd do is to join what PNG has achieved so far and continue the journey.

I then decided to sell coffee from New Guinea not just from western part,  not ezcluding coffee from eastern part of the Isle of New Guinea  I am now ready to sell my New Guinea Coffees

Please visit my online store www.melanesia.store and www.papuamart.com

Ot Contact me at info@pas.coffee

Cheers